Cermin retak pinggirnya tajam menggores jari-jemari
penuh luka, tak ada tangis tak ada kepedihan menyelimuti sanubari.
tak ada keluhan menguak rasa diri :
sudah habis luka tergores
sudah habis darah mengalir
sudah habis kepedihan menusuk harga diri.
Wajah setengah baya, rambut mulai memutih
perlahan-lahan jari-jemari menyusuri guratan-guratan masa lalu
tak ada kepedihan yang tertahan, semua sudah habis!
dimakan usia!
Cermin retak pinggirnya tajam menggores hati-sanubari
menyayat-nyayat penuh luka, tak ada tangis membawa kepedihan
semua sudah habis
ditelan bayang-bayang wajah tua penuh guratan
hampir mati.
Cermin retak mengingatkan wajah negeri penuh batu, pisau dan duri!
menceritakan perjalanan sejarah, hiruk-pikuk, penuh fitnah dan kemunafikan!
tak ada belas kasihan untuk negeri ini :
sudah habis hati sanubari
sudah habis rasa cinta memiliki
sudah habis cinta sesama anak negeri
semua hilang, dimakan nilai budaya-budaya asing, yang selalu merasuk,
menggerogoti hingga tulang sumsum generasi bau kencur hingga generasi bau tanah,
tak mau menerima keagungan budaya sendiri, yang dibentuk dari nilai-nilai luhur
cerminan
dari lima sila yang saling berkaitan satu sama lain memperkokoh nilai
satu kesatuan utuh tak terpisahkan oleh perubahan zaman sampai kapanpun,
digali
dari ajaran budi pekerti, adab, sopan santun, rasa keadilan, saling
menghormati dan jiwa kegotong-royongan yang selalu mewarnai setiap gerak
langkah kehidupan di bumi periwi :
warisan buah pikiran dan kerja keras pendahulu negeri.
Namun cermin kini kupegang hanya diam terpaku menatapi wajahku
meminta
pertanggungjawabanku, meminta dan menggugah rasa kepedulianku,
sedangkan aku tak kuasa menahan luka jemari menganga, hingga terlihat
daging memerah hampir kehitaman.
sudah habis lukanya
sudah habis darahnya
sudah habis pula rasa sakit hati ini
meskipun rasa tanggung jawab tak berarti apa-apa
meskipun rasa kepedulian pun tak berbuah apa-apa.
Cermin semakin retak pinggirnya masih menggores jari-jemariku
semakin kubiarkan lukanya, meskipun tangis kutahan
entah sampai kapan kepedihan tak dapat dibendung bersamaan matinya jiwa ini
bersamaan matinya jiwa anak bangsa di negeri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar